PALEMBANG | Pada hari Kamis, 19 September 2024, Tim Penyidik Bidang Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan menetapkan tiga orang tersangka terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam pembangunan prasarana Light Rail Transit atau LRT di Provinsi Sumatera Selatan.
Kasus ini mencakup kegiatan dan pekerjaan pembangunan yang berlangsung pada Satuan Kerja Pengembangan, Peningkatan, dan Perawatan Prasarana Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Republik Indonesia, untuk tahun anggaran 2016 hingga 2020.
Penetapan tersangka ini merupakan tindak lanjut dari Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan, dengan nomor PRINT-05/L.6/Fd.1/01/2024 tertanggal 23 Januari 2024, dan kemudian diperbarui melalui surat berikutnya, yaitu PRINT-05.A/L.6/Fd.1/02/2024 pada 29 Februari 2024 serta PRINT-05.B/L.6/Fd.1/09/2024 tertanggal 6 September 2024.
Berdasarkan alat bukti dan barang bukti yang telah dikumpulkan oleh penyidik, ketiga tersangka dinyatakan memenuhi bukti permulaan yang cukup, sesuai dengan ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP.
Adapun ketiga tersangka yang ditetapkan pada hari ini adalah sebagai berikut:
1. T, selaku Kepala Divisi II PT Waskita Karya (Persero) Tbk., ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka nomor TAP-17/L.6.5/Fd.1/09/2024 tanggal 19 September 2024.
2. IJH, selaku Kepala Divisi Gedung II PT Waskita Karya (Persero) Tbk., ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka nomor TAP-18/L.6.5/Fd.1/09/2024 tanggal 19 September 2024.
3. SAP, selaku Kepala Divisi Gedung III PT Waskita Karya (Persero) Tbk., ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka nomor TAP-19/L.6.5/Fd.1/09/2024 tanggal 19 September 2024.
Sampai saat ini, sebanyak 34 orang saksi telah diperiksa oleh Tim Penyidik, yang terus menggali informasi dan mengumpulkan bukti terkait dugaan tindak pidana korupsi ini.
Modus Operandi:
Dalam penyelidikan, tim penyidik menemukan adanya beberapa modus operandi yang digunakan dalam kasus ini. Pertama, ditemukan adanya markup atau penggelembungan pada kontrak pekerjaan perencanaan. Kedua, terdapat aliran dana suap atau gratifikasi yang diberikan kepada beberapa pihak dengan total mencapai 25,6 miliar rupiah.
Selain itu, penyidik juga berhasil menyita uang senilai 2,08 miliar rupiah yang diduga merupakan sisa aliran dana yang belum terdistribusi ke pihak-pihak tertentu.
Estimasi Kerugian Negara:
Dari penyidikan yang dilakukan, kerugian negara diperkirakan mencapai angka yang sangat fantastis, yaitu sekitar 1,3 triliun rupiah. Kasus ini menjadi sorotan publik mengingat besarnya nilai kerugian dan melibatkan salah satu perusahaan konstruksi terbesar di Indonesia, PT Waskita Karya.