Beranda Sumsel Jelang Pilkada, Modus Politisasi Anggaran APBD Kerap Terjadi Dilakukan Calon Petahanan

Jelang Pilkada, Modus Politisasi Anggaran APBD Kerap Terjadi Dilakukan Calon Petahanan

288
0

SUMSELNE3S.CO ID | Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran Sumatera Selatan (FITRA Sumsel) menyoroti modus politisasi anggaran APBD jelang pilkada yang kerap kali terjadi.

Kordinator Fitra Sumsel Nunik Handayani mengatakan Masyarakat diminta untuk memantau jika ada temuan dilapangan adanya calon petanaha yang maju di pilkada serentak yang terindikasi menggunakan anggaran APBD.

Menjelang pelaksanaan pilkada serentak, diwilayah Provinsi Sumatera Selatan ada 7 kabupaten yg akan melaksanakan pemilihan Kepala Daerah, diantaranya adalah Kabupaten Ogan Ilir, Kabupaten Pali, Kabupaten Mura, Kabupaten Muratara, Kabupaten OKU, Kabupaten OKU Timur dan Kabupaten OKU Selatan. Dari ke tujuh kabupaten yg akan melaksanakan Pilkada,

“kesemuanya ada bakal calon kepala daerah dari petahana serta kerabat yg masih menjabat menjadi peserta pemilihan kepala daerah. Hal ini harus kita pantau dan kawal dengan ketat, karena potensi terjadinya penyalah gunaan dalam menggunakan APBD untuk kegiatan kepentingn politik dalam rangka mencari dukungan suara serta mobilisasi dukungan terbuka lebar. FITRA Sumsel melakukan kajian terhadap APBD dari 7 Kabupaten yg melaksanakan Pilkada pada bulan Desember 2020.,”kata nunik, jumat (11/9).

Ia menjelskan, petahana pada umumnya dalam melakukan politisasi anggaran biasanya dengan menyamarkan pemanfaatan dana publik sehingga menjadi kebijakan atau program populis yang memiliki dasar hukum dan tidak mudah dituding sebagai penyalahgunaan kekuasaan ataupun pelanggaran pemilu. Berikut ini adalah modus-modus yg biasa digunakan oleh petahana atau kerabat dari penguasa yg akan melaksanakan pilkada :

1. Memanfaatkan dana hibah, Dana hibah dan bansos merupakan diskresi kepala daerah sehingga sang kepala daerah bisa dengan leluasa mengucurkan dana segar kepada organisasi atau kelompok masyarakat tertentu demi kepentingan Pilkada. Pos belanja hibah ini sangat strategis sekaligus rawan penyimpangan politisasi anggaran yg bisa dimanfaatkan petahana untuk mobilisasi dukungan yang ampuh, serta mengarahkan (anggaran) kepada lembaga-lembaga tertentu atau kepada perseorangan sesuai kehendak kepala daerah. hal ini bisa kita lihat dari tujuh kabupaten yg akan melaksanakan pilkada pada bulan Desember 2020, tren belanja hibah APBD tahun 2017 – 2020 dimasing masing kabupaten meningkat sangat signifikan. Rerata mengalami peningkatan sebesar Rp 52 milyar, tertinggi yg mengalami peningkatan belanja hibah yaitu di Kabupaten Pali sebesar Rp 67 milyar atau meningkat sebesar (5%) dari tahun sebelumnya.

2. Selain Belanja Hibah, Belanja Bantuan sosial juga termasuk salah satu pos anggaran yg rawan dimanfaatkan melakukan politisasi anggaran untuk mencari dukungan suara. Walaupun secara nominal tidak sebesar pada pos belanja hibah. Salah satu contohnya di Muratara pata tahun anggaran 2018 anggaran Bansos hanya sebesar Rp. 500 juta, tapi meningkat drastis pada tahun 2019-2020 menjadi Rp 3.200.000.000,,- – 3.125.000.000,-. Begitu juga di Kabupaten Mura pada tahun 2019 belanja bansos dianggarkan sebesar Rp. 2.695.000.000. Padahal tahun sebelumnya Pemkab Mura tidak menganggarkan pos anggaran Belanja Bansos.

3. Pos anggaran Alokasi Dana Desa termasuk juga yg strategis untuk mencari dukungan suara. Pada Tren Belanja Bantuan keuangan pada Pemdes dari tujuh Kabupaten yg akan menyelenggarakan pilkada serentak mengalami peningkatan yg sangat signifikan. Walaupun ada sebagian yg mengalami penurunan pada anggaran untuk pemerintah desa yg disebabkan menurunnya pendapatan daerah pada tahun anggaran 2020. Pada pos anggaran ini juga termasuk anggaran rawan untuk dimanfaatkan dan disalahgunakan oleh petahana untuk mencari dukungan suara.

4. Memanfaatkan dana Silpa atau sisa lebih penggunaan anggaran adalah selisih antara surplus/defisit anggaran dengan pembiayaan bersih. Modus yg biasanya dilakukan yaitu,, kepala daerah mendepositokan atau menginvestasikan silpa suatu mata anggaran. Hasil keuntungan perputaran uang silpa tersebut otomatis tidak masuk kembali ke kas daerah, hasil dari keuntungan ini yg bisa dimainkan oleh petahana.

5. Modus lain yang biasa digunakan adalah dengan cara memberikan suntikan dana dengan jumlah besar ke Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Sementara ada beberapa BUMD yang selama ini tidak memberikan kontribusi terhadap pendapatan daerah tetapi tetap diberikan suntikan dana dengan nominal yang besar. Padahal, salah satu tujuan keberadaan BUMD adalah untuk meningkatkan pendapatan daerah.

6. Potensi penyimpangan penggunaan APBD yg juga sering terjadi pada saat menjelang Pilkada adalalah sistim ijon program, terutama pada proyek-proyek pengadaan infrastruktur yg dianggap memiliki nilai anggaran yg besar. Ijon proyek ini biasanya dilakukan dengan pihak ketiga dengan cara memberikan imbalan agar pengadaan barang/jasa yg ditawarkan, disetujui dan ditetapkan dalam APBD.

7. Masa Pandemi Covid-19 saat ini, baik pemerintah daerah ( Kab/Kota/Provinsi maupun pemerintah pusat, telah gencar mengucurkan bantuan sosial baik berupa BLT, paket sembako, maupun subsidi pembayaran listrik dll, yang tujuannya untuk meringankan beban khususnya pada masyarakat miskin ataupun misbar yg terdampak pandemi. Namun demikian ternyata ada juga yg memanfaatkan moment pandemi untuk mencari keuntungan pribadi. Salah satu diantaranya adalah melakukan politisasi anggaran APBD dengan modus penyaluran bantuan sosial pemerintah untuk warga terdampak pandemi Covid-19 sebagai komoditas kampanye dengan menempelkan bantuan logo dan foto petahana.

Untuk memastikan agar pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah di tujuh kabupaten berjalan dengan baik dan jurdil, serta terhindar dari penyimpangan penyimpangan, maka FITRA Sumsel mendesak agar :
a. Penyelenggara Pilkada di tujuh daerah di wilayah Provinsi Sumatera Selatan agar independen, transparan dan akuntabel.
b. Meminta pada para paslon cabup-cawabub membuka dana kampanyenya ke publik untuk mengurangi potensi politik uang pada proses pelaksanaan pilkada.
c. Agar petahana yang terbukti memanfaatkan jabatan dengan mempolitisasi APBD untuk kepentingan pencalonan agar segera dianulir dalam kontestasi pilkada
d. Agar Badan pengawas pemilu memperluas jaringan pengawasan serta melibatkan masyarakat untuk menciptakan pemilu yang adil dan bersih.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini