JAKARTA | Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2020 tentang Akomodasi yang Layak untuk Penyandang Disabilitas dalam Proses Peradilan.
Tenaga Ahli Madya Kedeputian V bidang Hukum dan HAM Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Sunarman Sukamto meminta agar kepada pihak terkait, khususnya
Aparat Penegak Hukum (APH) untuk segera berkordinasi mengimplentasikan PP nomor 39/2020 terkait Akomodasi yang Layak untuk Penyandang Disabilitas dalam Proses Peradilan.
Dalam PP tersebut, yang dimaksud dengan Penyandang Disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.
Lembaga penegak hukum wajib menyediakan akomodasi yang layak, menurut PP ini, terdiri atas: Kepolisian Negara Republik Indonesia; Kejaksaan Republik Indonesia; Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya; serta Mahkamah Konstitusi.
“Jadi, mulai dari proses peradilan mulai dari pelaporan penyelidikan penyidikan persidangan hingga sampai pelaksanaan putusan diwajibkan untuk memberikan aksesibilitas dan akomodasi yang layak kepada teman-teman penyandang disabilitas sesuai dengan ragam disabilitas yang berperkara atau berhadapan dengan hukum,” ungkap Sunarman Sukamto saat dihubungi selasa (8/9).
Dikatakanya, Akomodasi yang Layak yang harus dipenhui yakni berupa pelayanan, sebagaimana dimaksud dalam PP tersebut, paling sedikit terdiri atas: a.perlakuan nondiskriminatif, b. pemenuhan rasa arnan dan nyaman c. komunikasi yang efektif d. pemenuhan inforrnasi terkait hak Penyandang Disabilitas dan perkembangan proses peradilan e. penyediaan fasilitas komunikasi audio visual jarak jauh f. penyediaan standar pemeriksaan Penyandang Disabilitas dan standar pemberian jasa hukum dan g. penyediaan Pendamping Disabilitas dan/atau Penerjemah.
“Diharapkan, PP ini diimplementasikan hingga ketingkat provinsi/ kabupaten/kota, APH segera melakukan koordinasi antara pihak kepolisian, kejaksaan dan pengadilan meski memiliki peran yang berbeda-beda tapi mempunyai tujuan yang sama yaitu memberikan akomodasi yang layak pada proses peradilan seluruh tahapan proses peradilan pada penyandang disabilitas,”terangnya.
Selain itu, lanjut sunarman untuk memenuhi rasa aman dan nyaman bagi Penyandang Disabilitas yang menjadi korban dan mengalami trauma dapat meminta untuk tidak dipertemukan dengan pelaku selama proses peradilan.
Untuk itu, masing-masing institusi penegak hukum harus menyiapkan diri dengan sistemnya dengan sarana dan prasarananya dengan sdm-nya jika diperlukan harus ada internalisasi si bagaimana kemana dari peraturan pemerintah ini diadaptasikan di kelembagaan masing-masing supaya nanti ketika setiap saat ada proses-proses hukum yang melibatkan penyandang disabilitas lembaga atau institusi penegak hukum sudah siap.
’’ Dalam melaksanakan Akomodasi yang Layak, menurut PP ini sesuai bunyi Pasal 8 lembaga penegak hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 menyediakan: a. Pendamping Disabilitas; b. Penerjemah; dan/atau c. petugas lain yang terkait.
Selain menyediakan Akomodasi yang Layak, sebagaimana dimaksud pada PP ini, lembaga penegak hukum menyediakan: a. dokter atau tenaga kesehatan lainnya mengenai kondisi kesehatan; b. psikolog atau psikiater mengenai kondisi kejiwaan; dan/atau c. pekerja sosial mengenai kondisi psikososial. Penyediaan sarana dan prasarana, sebagaimana dimaksud pada PP tersebut, disesuaikan dengan kondisi Penyandang Disabilitas yang memiliki hambatan dalam: a. penglihatan; b. pendengaran; c. wicara; d. komunikasi; e. mobilitas; f. mengingat dan konsentrasi; g. intelektual; h. perilaku dan emosi; i. mengurus diri sendiri; dan/atau j. hambatan lain yang ditentukan berdasarkan hasil Penilaian Personal.
“Teman-teman difable, teman-teman dari institusi non peradilan langsung misalnya para pembela hukum dan institusi lainya, agar mulai mulai belajar tentang bahasa-bahasa hukum untuk menenterjemahkan dengan bahasa isarat, karena hal ini juga harus sinkron dengan konten maupun konteks perkara,”bebernya.
Untuk penyediaan sarana dan prasarana sendiri Sunarman menyebut, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan kemampuan keuangan negara dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pada bunyi Pasal 19 ayat (3) PP tersebut. Lembaga penegak hukum, menurut PP ini, juga menyediakan sarana dan prasarana berupa: a. ruangan yang sesuai standar dan mudah diakses bagi Penyandang Disabilitas; b. sarana transportasi yang mudah diakses bagi Penyandang Disabilitas ke tempat pemeriksaan sesuai dengan kewenangannya; dan c. fasilitas yang mudah diakses pada bangunan gedung sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sementara, peran Serta Masyarakat dan Pendanaan Masyarakat dapat berperan serta dalam memberikan Akomodasi yang Layak untuk Penyandang Disabilitas dalam proses peradilan, sebagaimana dimaksud pada PP tersebut, dilakukan dalam bentuk: a. pendampingan Penyandang Disabilitas dalam proses peradilan; b. pemantauan terhadap proses peradilan penanganan perkara Penyandang Disabilitas; c penelitian dan pendidikan mengenai Akomodasi yang Layak untuk Penyandang Disabilitas dalam proses peradilan; dan/atau d. pelaksanaan sosialisasi mengenai hak Penyandang Disabilitas serta peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan Akomodasi yang Layak untuk Penyandang Disabilitas dalam proses peradilan.
Terkait Pendanaan sendiri dalam rangka pelaksanaan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini bersumber dari: a. anggaran pendapatan dan belanja negara; b. anggaran pendapatan dan belanja daerah; dan c. sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. bunyi Pasal 23. Sesuai PP ini, Pemerintah dan Pemerintah Daerah mengalokasikan dana Bantuan Hukum untuk Penyandang Disabilitas dalam proses peradilan sesuai dengan kemampuan keuangan negara dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.