JAKARTA | Perkembangan kasus pasien virus Corona atau Covid-19 yang setiap hari terus mengalami peningkatan kasus pasien positif, membuat aktivis peduli kelompok difabel bersuara.
Tenaga Ahli Kedeputian V Kantor Staf Presiden (KSP), Sunarman Sukamtokepada awak mediamengungkapkan keresahannya terhadap peran pemerintah yang kurang memberikan sosialisasi penanganan virus Corona atau penyakit Covid-19 di kelompok difabel.

“Agar pemerintah memberikan perhatian khusus untuk kelompok difabel dalam rangka penanggulangan Covid-19. Karena kelompok difabel secara umum memiliki hambatan dalam mengakses informasi terkait Covid-19,” ungkapnya Sunarman, Selasa (31/3).
Sunarman menyebutkan, pemenuhan hak tersebut negara Indonesia telah memiliki undang-undang tentang penyandang disabilitas yakni undang-undang 8 Nomor 2016 berpedoman pada Pasal 20 yang mengamanahkan hak perlindungan dari bencana untuk penyandang disabilitas.
“Poin pemerintah pusat dan daerah agar meningkatkan kapasitas dan layanan perawatan kesehatan yang memenuhi syarat bagi penyandang disabilitas.”terangnya.
Lanjutnya, ada Lima Hal yang menjadi perhatian khusus oleh pemerintah untuk kelompok difabel Di antaranya, memastikan semua klinik menyediakan pengujian dan layanan terkait Covid-19. Memberikan dukungan akses fisik dan asistensi yang diperlukan penyandang disabilitas. Menyediakan sumber daya bagi fasilitas tambahan yang ramah difabel, seperti hotline layanan masyarakat dengan memprioritaskan penyandang disabilitas dan keluarganya.
Selain itu, menyediakan fasilitas yang memadai bagi penyandang disabilitas dengan kebutuhan kompleks, terutama ketika mengalami karantina. Melakukan penjangkauan aktif seperti penyuluhan dan pemeriksaan bagi penyandang disabilitas yang tinggal di sekolah luar biasa atau panti rehabilitasi.
agar pemerintah mendistribusikan perlengkapan pelindung diri yang memadai bagi penyandang disabilitas dan tenaga medis, termasuk bagi mereka yang tinggal dalam sekolah luar biasa atay panti rehabilitasi.
Ketiga, pemerintah juga harus mengidentifikasi dan menyediakan kebutuhan layanan sosial pendukung, seperti pendamping dan perawat bagi setiap penyandang disabilitas hingga menjalani karantina.
Keempat, pemerintah juga harus menempatkan penyandang disabilitas sebagai kelompok prioritas dalam penerimaan semua bentuk layanan tanpa biaya.
Kelima, pemerintah diminta agar menyediakan dan mendistribusikan informasi yang mudah diakses oleh penyandang disabilitas dan pendamping mereka. Dalam bentuk video, audio, gambar dan tulisan, mengenai penyebaran virus Corona atau Covid-19, gejala yang dialami penderita, serta cara-cara mencegah tertularnya virus Corona.
“bahwa kelompok difabel minim sekali menerima akses mengenai virus Corona atau Covid-19. Difabel dalam keterbatasan akses rentan terdapat Covid-19 dan rentan pula menularkan,” tegasnya.
Dia juga mencontohkan minimnya akses informasi yang didapat oleh beberapa kelompok difabel dan gangguan jiwa, yang harus secepatnya ditangani oleh Pemerintah.
“Misal terkait penanggulangan Covid-19, tuna netra memerlukan simulasi bagaimana 6 langkah mencuci tangan secara benar. Tuli memerlukan bahasa isyarat untuk sosialisasi. Lalu anak-anak tuna grahita memerlukan penjelasan yg berulang agar paham. Juga orang dengan gangguan jiwa,” ungkapnya.
Untuk kelompok difabel beserta keluarga hal sederhana yang dapat dilakukan, tetapi harus intensif yakni dengan praktik Pola Hidup Bersih Sehat (PHBS), penggunaan alat pelindung diri seperti masker dan hand sanitizer, serta penerapan kebijakan social distancing yang harus di sosialisasikan oleh tenaga kesehatan dari rumah ke rumah.
Pihaknya berharap, agar pemerintah pusat dan pemerintah daerah segera bergerak cepat dalam melakukan sosialisasi pencegahan dan penanganan virus Corona atau Covid-19 terhadap kelompok difabel agar tidak bertambah korban baru.