Beranda Sumsel Lahat Rembulan Yang Terpenjara Cerpen Pinasti S Zuhri

Rembulan Yang Terpenjara Cerpen Pinasti S Zuhri

0

Cerpen Pinasti S Zuhri

Sumselnews.co.id LAHAT | Rembulan Yang Terpenjara. Cerpen Pinasti S Zuhri

Rembulan Yang Terpenjara.

“Jangan kau tutup jendela itu Sya,” kata Malinda yang melihat Pasya menjulurkan tangan ke tangkai jendela kamarnya.” Sebentar lagi Rendi akan membawakan rembulan untukku. Dia sudah janji,” sambung Malinda.“Kasihan Rendi. Bulan akan tetap di langit,” guman Pasya“Bulan itu akan kukurung di kamarku, selamanya. Kamu Pasya, boleh lihat,” ujar Malinda senyum-senyum.
“ Tapi, bulan itu bukan milikmu, bagaimana jika ada wanita lain yang juga menginginkan rembulan itu,” Protes Pasya.
“ Aku tak peduli! lihat Sya. Lihatlah rembulan itu sudah hilang, pasti Rendi telah mengambilnya untukku.” Malinda menunjuk ke langit, wajahnya merona membayangkan rembulan yang akan berada dalam kamarnya.
“ Jika Rendi mau jadi kekasihku dia harus bisa terbang, seperti elang. Aku ingin berlindung di balik sayapnya, aku ingin Rendi mengajakku keliling dunia.” Malinda memutar-mutar tubuhnya seperti Balerina di lantai kaca.
” Pasya tertawa melihat tingkah temannya itu. Pukul delapan tepat, Rendi belum juga datang. Malinda resah.Malinda seumpama peri, terbang bebas berkeliaran di pekarangan benak Rendi. Walau kalimat Malinda tak ubah serpihan kaca dari gelas yang tertuang cintanya. Rendi tak kunjung di pasung kecewa. Ia tetap menuliskan kata indah untuk Malinda. Rendi tak mampu menjadi Sri Rama tapi, apakah Malinda itu selayak Dewi Shinta?.
***

“ Malinda, aku mencintaimu tanpa rembulan,” ucap Rendi. Ia tertunduk di bisingnya taman yang tak lagi berbunga melati. Di sana Malinda memerah.
“ Kamu jahat Rendi, rembulan tak dapat kau bawa ke kamarku. Bagaimana aku melihat cintamu tanpa terang pada sunyi malamku.” Malinda berdiri. Kepalanya menatap angkasa, bulan masih tenang mengambang diantara gugusan bintang.
“ Kita manusia, bermacam kekurangan dimiliki, takkah kau ingat cinta ini tidaklah kerikil di hamparan pantai. Jika kau tulus, rasakanlah permata itu tetap berkilauan di bumi,” ucap Rendi tak ingin karam ketika mencoba menyelami hati Malinda.

Sekali lagi Rendi mengayuh setiap rasanya, ia ingin kembali di saat Malinda adalah seorang gadis kecil yang berlari-lari mengejar kupu-kupu. Malinda yang dikenalnya dahulu tak lagi lugu,
Malinda yang dikenalnya dulu kini di berada awang-awang angkasa malam tanpa berkilau laksana bintang. Rendi tetap memilih Malinda di kota yang bersanding laku yang beradat pekerti. Ia hanya ingin jelang akhir hinggap dihening petang bersama Malinda.
“ Malinda, Rinduku tak tertanggung diuji selayangmu. Tak adakah bijak renung ungkapmu?
sudah diredam malang tertanam. Belum teranap ulas rupa, tak elok menitik berjual kasih pula,” tutur Rendi. Malinda nenatap mata Rendi, tersayat kata Rendi kali ini.
“ Sudahlah, kita tak jodoh. Aku tinggi menjulang di langit berkilap bintang sedang engkau…”
“Aku tak pasir di pantai Malinda, walau rendah di tanah aku tetap berkilau intan. Aku berjanji tak kan menunggu labuhmu lagi. Mungkin mengigau suaraku di telingamu. Aku tak tuli, tak buta di sini.” Rendi bangkit dari duduknya melangkah menjauhi Malinda.
Sejenak Malinda sempat menjadi badai di pelayarannya. ia menggulung awan di hari senja. Merah melukis ketulusan Rendi, kini tangis menitik kasih tak bertuan. Malinda sudah lena menunggu rembulan singgah di rumpun kayu.
***

Malam rembulan berpurnama, Malinda menatapnya dari balik jendela kamar. Air matanya menetes, sepi terasa di hati. Pasya pun tak kuasa merubah, sahabatnya itu begitu keras hati.
“ Apa kubilang, mana ada laki-laki yang sanggup membawa rembulan itu turun ke bumi, tapi cinta bukan hanya rembulan yang harus berada di kamarmu Malinda,” kata Pasya, hening lalu mengalir. Tiba-tiba Malinda berteriak.
“ Pasya… lihat, Rendi terbang bagai elang menuju rembulan.” Mata Malinda berbinar-binar sementara Pasya hanya menggelengkan kepala.
Seribu muara hati Malinda nak disinggahi tapi Rendi tak sudi berkayuh lagi. Lidya, Ratna, Fika hanya Malinda yang tak dapat digapai rembulan di balik jilbabnya padahal Rendi ingin jadi mataharinya.

Palembang, 11 Desember 2006

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini